Surat al-Hajj (22) ayat 27-29
وَاَذَّنْ فِىْ النَّاسِ بِا لحَجِّ يَأْ تُوكَ رِجَالاَ وَعَلَى كُلِّ
ضَامِرٍ يَأتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجِّ عَميقٍ.( ۲۷) لِيَشْهَدُوْا مَنَا فِحَ
لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِيْ ايَّامِ مَعْلُوْمَاتِ عَلَى
مَارَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا البَائِس
الْفَقِيْرَ.(۲۸) ثُمَ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلَيُوْفوْا نُذُورَهُمْ
وَلْيَطَوَّ فُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ.(۲۹)
Artinya:
“Dan bearserulah kamu kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari
segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat
bagi mereka (sendiri), dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari
yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepda mereka
berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya (dan yang
sebagaian lagi) bagi-bagikanlah untuk dimakan orang-orang yag sengsara
lagi fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada
pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazr-nazar mereka
dan hendaklah mereka melakukan thawaf di bait al-Atiq[1]
Tafsir Mufradat
وَاَذّنْ : al-Adzan dan al-Ta’dzin ialah pemberitahuan dengan suara yang kuat
(keras).
Yang di maksud degan “wa’adzdzin” disini ialah menyeru atau mengajak umt
manusia supaya menunaikan haji.
رِجَالاَ :
jamak dari kata “rajilun” seperti kata “qiyam”, jamak dari kata
“qa’im”.
ضَامِرٍ
:
al-Tahayyuf al-Hazil, menjadi kurus perlahan-lahan. Yang di maksud disini
ialah bahwa unta yang dijadikan kendaraan oleh jama’ah haji itu lambat
laun menjadi kurus karena kelelahan lantaran perjalanan yang teramat
jauh.
فَجِّ : asal maknanya adalah jalan (al-thariq) yang
terletaak di antara dua gunung. Kemudian kata “fajin” itu di gunakan dalam
artian jalan yang luas secara mutlak, apakah dia diapit dengan gunung atau
tidak.
عَمِيْقٍ : artinya sangat jauh (al-ba’id).
البَائس : orang yang ketimpa kefakiran atau kemiskinan yang
amat sangat (melarat).
الفَتَثَ : asalnya bermakna kotoran (al-wasakh), tetapi yang
di maksud di sini adalah memotong rambut dan kuku.
النُّذُورَ :apa saja yang dinadzarkan oleh orang-orang yang melakukan haji, sepanjang
berupa amal perbuatan yang baik.
العَتِيْقِ : sama dengan al-qadim, yang terdahulu,
menggambarkan bait Allah sebagai rumah ibadah yang pertama kali di
bangun.
Penjelasan
وَاَذَّنْ فِيْ الْنّاسِ بِالحَجِّ : Maknanya, Allah swt. Memerintahkan kepada Nabi
Ibrahim as, usai membangun Ka’bah, memanggil atau menyeru kepada umat
manusia seraya beliau di perintakan agar memberitahukan kepada mereka
bahwa Allah swt. Mewajibkan mereka berhaji ke Baitullah. Dan mereka
berbondog-bondong mengunjungi Bait Allah untuk mlakukan haji, baik yang
berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan unta yang kurus. Disebut unta
yang kurus karena menggambarkan betapa unta itu mengalami kelelahan akibat
jarak perjalanan yang cukup jauh.
Mudah di buktikan di zaman moderen sekarang ini yang antara lain ditandai
dengan alat-alat transportasi cangih yang menyebabkan kaum Muslimin
relatif mudah melakukan ibadah haji. Bahkan, lebih dari itu, tidak semua
peminat ibadah haji berkesempatan untuk menunaikan rukun islam yang kelima
ini. Pembatasan kuota jama’ah haji yang diterapkan pemerintah Saudi Arabia
beberapa taahun yang lalu, atas persettujuan negara-negara islam yang
lain, membuktikan kebenaran ayat diatas.
Ada yang mengatakan bahwa yang diperintah “menyeru” di sini bukan Nabi
Ibrahim, tetapi Nabi Muhammad. Nabi Ibrahim as, berdoa agar tuhan
menanamkan rasa rindu pada diri segenap manusia (mukmin) dan anak
kerturunannya untuk datang ke tanah suci.
Dengan memperhatikan doa Nabi Ibrohim ini, kita dapat mengetahui rahasia
yang telah dipersemikan oleh Allah ke dalam hati segenap hati manusia,
yaitu rasa ingin mengunjungi Batullah dan pergi haji. Pada setiap musim
haji, dalam hati kebanyakan umat islam timbul keinginan untuk pergi
berhaji ke Mekksh, meskipun harus mengeluarkan biaya yang besar.[2]
لِيَشْهَدُوا مَنَأفِحَ لَهُمْ : Agar mereka para jama’ah haji menyaksikan
langsung berbagai manfaat dari ibadah haji itu sendiri. Manfaat haji itu
cukup banyak jumlahnya. Kata “manafi’a” yang menggunakan redaksi jamak
mengisyaratkan hal itu. Ibadah haji melahirkan manfaat ruhaniyah diniyah,
dan sekaligus juga manfaat materi duniawi. Dari aspek manapun ibadah haji
melahirkan nilai positif baik secara individual bagi orang-orang yang
melakukannya, maupun dari segi sosial keemasyarakatan kaum Muslimin dan
bahkan umat manusia pada umumnya.
Melalui ibadah haji, terjalin komunikasi dan tukar informasi antar sesama
kaum Muslimin dari berbagai bangsa dan negara yang berbeda budaya, bahasa
dan warna kulit. Pendeknya ibadah haji membuahkan manfaat dunia akhirat.
وَيَذْكُرُوْا اسْمَ اللهِ فِيْ ايّامِ مَعْلُوْ مَاتِ عَلى مَارَزَقَهُمْ
مِنْ يَهْيمَة الأنْعامِDan supaya mereka juga menyebut asma Allah pada hari-hari yang telah
dipermaklumkan, yaitu hari kesepuluh Dzul Hijjah (Hari Raya Haji) dan tiga
hari Tasyriq berikutnya yakni tanggal 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah. Dngan
menyertakan sembelihan sebagai salah satu mata rantai dari manasik haji
seperti bayar dam bagi orang yang melakukan haji tamattu’ dan qiran,
mencerminkan bahwa dzikir kepada Allah dengan tulus dan bersih dari
percikan syirik, itu merupakan tujuan agung dari pensyari’atan haji itu
sendiri: sedangkan membagi-bagikan rezeki melalui hewan korban
mencerminkan rasa syukur mereka kepada Allah.[3]
Hari-hari tertentu mengerjakan manasik haji ialah:
a.
8 Dzul Hijjah: hari tarwiyah (persiapan akan ke arafah)
b.
9 Dzul Hijjah: hari wuquf (berhenti di Arafah sejak tergelincir matahari
sampai malam).
c.
10 Dzul Hijjah: hari Nahar di Mina, menyembelih kurban.
d.
11, 12, 13: hari tasyriq, berhenti di mina melempar jumrah
ketiganya.
e.
Thawaf Ifadhah dan sa’i di antara Shafa dan Marwah dan tahalul.
Tahalul artinya: melepaskannya diri dari ikatan ihram dengan bercukur
atau bergunting rambut beberapa helai. Dengan tahalul selesailah haji dan
habislah hari yang tertentu itu.[4]
ويذكروا اسم الله supaya mereka menyebut nama Allah,
dibatasi pemahamannya oleh sementara ulama dalam arti
hendaklah mereka menyembelih binatang, karena pada penyembelihan
itu dianjurkan untuk di lakukan sambil menyebut nama Allah, bukan nama
berhala-berhala sebagaimana kebiasaan kaum musyrikin. Atas ayat diatas
menggunakan bentuk redaksi pesona kedua pada firmanNya: ( فكلوا منها )maka makanlah sebagian darinya
setelah penggalan sebelumnya menggunakan redaksi persona ketiga. Ada
ulama yang menyisipkan kalimat
maka wahai Nabi Ibrahim katakanlah kepada mereka bahhwa makanlah dan seterusnya. Ada jaga yang menyatakan pengalihan redaksi itu
ditunjukan kepada umat Nabi Muhammad saw. Dengan tujuan menekankan
bolehnya memakan daging kurban, karena masyarakat jahiliyah enggan
memakannya, atau karena Nabi saw, pernah melarang memakan daging kurban.
Dengan demikian, perintah makan itu, bukanlah perintah wajib.
Sementara
ulama menjadikan ayat ini sebagai dasar untuk membagi tiga daging kurban.
Sepertiga dimakan oleh yang menyembelih bersama keluarganya, sepertiga
disedekahkan dagingnya, dan sepertiga lagi dibuat makan bagi yang butuh.
Ada juga yang berpendapat dibagi dua saja, seperdua bagi yang berkurban,
dan seperdua lainnya dibagikan kepada yang butuh dengan alasan bagi kata
al-ba’is al-faqir merupakan satu kelompok
Bila ihram haji telah selesai dengan tahalul, bersihkanlah kotoran yang
melekat di badan, karena mungkin selama berihram banyak daki (kotoran) dan
pasir yang lekat di badan karena keringat dan peluh. Dicukur rambut atau
digunting, dipepat kumis dan janggut dan ditanggalkan pakaian ihram.
“dan meraka penuhilah nazar-nazar mereka” atau mereka bayar
nazar-nazar mereka. Baik
nazar yang berniat dalam dalam hati atau kewajban-kewajiban membayar dam.
“dan hendaklah mereka thawaf di rumah kuno itu”. Yaitu setelah
selesai mereka ke mekkah mengenai thawaf sebagai bagian (rukun) dari haji.
Inilah yang dinamai dengan thawaf ifadhah. Disebut rumah kuno
karena sejarah telah lama, yaitu sejak Nabi Ibrahim. Bahkan ada riwayat
sebelum Nabi Ibrohim telah ada. Ka’bah adalah lebih tua atau lebih kuno
daripada masjid yang lain di dunia ini.
KESIMPULAN
Dalam ayat-ayat ini Allah menyuruh nabi muhammad atau ibrohim menyeru
manusia untuk mengerjakan haji, sebab, dengan mengerjakan haji mereka
memperoleh berbagai manfaat di dunia dan di akhirat. Agar meraka menenebut
asma allah pada hari hari penyembelihan kurban. Mereka diperintahkan
memakan untuk memakan
sebagian daging kurban dan memberikan sebagiannya kepada fakir miskin.
Setelah selesai mengerjakan amalan haji, mereka disuruh memotong kuku,
mencukur rambut kepala, membayar nazar, dan mengerjakan thawaf ifadhah.
Dengan demikian selesailah seluruh amalan ibadah haji.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Suma, Muhammad, 1997,Tafsir Ahkam 1, Jakarta: PT LOGOS Wacana
Ilmu.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2000,
Tafsir Alquranul Majid An-Nuur. Pustaka Rizki Putra:Semarang.
Dr. Hamka, 1982, Tafsir Al Azhar Juz XVII, Jakarta, Pustaka
Panjimas.
Shihab, M.Quraish, 2002,Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: lentera
hati.
[1]
Muhammad Amin suma, tafsir ahkam 1, (Jakarta: PT LOGOS Wacana
Ilmu, 1997), 130
[2]
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,
Tafsir Alquranul Majid An-Nuur. (Pustaka Rizki Putra:Semarang,
200), 2678-269
[3]
Ibid, 133-134
[4]
Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar Juz XVII, (Jakarta, Pustaka Panjimas,
1982),163
Social Media