BLANTERORIONv101

Pengertian Pendidikan Karakter

9 Maret 2019

Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter menurut bahasa (etimologis) berasal dari bahasa Latin “kharakter”, kharassein”, “kharax, dalam bahasa Inggris: “character” dan Indonesia “karakter”, Yunani “character”, dari “charassein” yang berarti  membuat tajam, membuat dalam.[1] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak.[2]
Istilah karakter dalam terminologi Islam lebih dikenal dengan akhlak. Untuk itu, struktur karakter (karakter islami) harus bersendikan pada nilai-nilai pengetahuan ilahiah, bermuara dari nilai-nilai kemanusiaan dan berlandaskan pada ilmu pengetahuan. Pembentukan karakter perlu diawali dengan pengetahuan (teori). Pengetahuan (teori) tersebut bisa bersumber dari pengetahuan agama, sosial budaya.
Karakter merupakan nilai-nilai prilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia maupun lingkungannya, yang berwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.[3]
Menurut Kertajaya, karakter merupakan “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan “mesin” pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar dan merespon sesuatu.[4]




Sementara menurut Winnie istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berprilaku tidak jujur, kejam atau rakus tentulah orang tersebut dapat dikatakan berprilaku buruk. Sebaliknya apabila seseorang berprilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut dapat dikatakan berkarakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan “personality”. Seseorang baru bisa disebut orang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.[5] Meskipun demikian, kebiasaaan berbuat baik tidak selalu menjamin seseorang telah terbiasa secara sadar menghayati pentingnya pendidikan karakter. Hal ini dapat dimungkinkan karena boleh jadi perbuatan tersebut dilandasi dengan rasa takut berbuat salah, bukan dengan menghayati nilai karakter. Sebagai contoh: seseorang yang berbuat jujur tapi dilakukan karena rasa takut dinilai oleh orang lain dan lingkungannya, bukan karena dorongan yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran.
Dari pengertian di atas dapat diambil simpulkan bahwa karakter merupakan ciri khusus atau keadaan asli yang ada di dalam setiap individu seseorang yang dapat membedakan antara dirinya dengan orang lain.
Secara konseptual, istilah karakter biasanya dapat dipahami dalam dua kubu pengertian, deterministik dan non deterministik. Secara deterministik karakter berarti sekumpulan kondisi kejiwaan pada diri seseorang yang diperolehnya sejak lahir atau sudah ada dalam diri seseorang tersebut. Dalam hal ini, kondisi kejiwaan tersebut tidak dapat diubah. Jadi karakter merupakan tabiat seseorang yang bersifat tetap, menjadi ciri khas yang membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan pengertian non deterministik atau dinamis karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi kejiwaan yang ada sejak lahir itu. Dengan demikian, karakter merupakan proses yang dikehendaki seseorang untuk menyempurnakan kemanusiaannya.
Dari pengertian tersebut muncullah pemahaman tentang karakter yang lebih realistis dan utuh yang merupakan kondisi kejiwaan yang belum selesai. Dengan demikian karakter dalam hal ini dipandang merupakan kondisi kejiwaan yang bisa dirubah dan dikembangkan mutunya, sebaliknya juga bisa ditelantarkan sehingga tidak ada peningkatan mutu atau bahkan makin terpuruk. [6]
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa karakter sejatinya dapat diubah dan dikembangkan mutunya melalui upaya-upaya yang menjurus dalam hal itu. Salah satu upaya yang menjurus itu adalah melalui pengembangan karakter dalam pendidikan dalam kata lain dapat disebut pendidikan karakter.
Pendidikan menurut John Dewey adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.[7]
Menurut T. Ramli mengatakan pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik.[8]
Imam Al-Ghazali menekankan bahwa akhlak atau karakter merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk dengan menggunakan ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama. Dalam pendidikan karakter ada 3 aspek yang harus ada pengetahuan (cognitve), perasaan (feeling), dan tindakan (action).[9]
Selain itu, pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, akan tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan bisa melakukan (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan prilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit  atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikan dan dilakukan.[10]
Hal ini sesuai dengan pendapat Ratna Megawangi menurutnya pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good,  yakni suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.[11]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang dirancang dilaksanakan secara sistematis melalui pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai prilaku yang baik dan benar kepada peserta didik yang berhungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang dapat terwujud dalam pikiran, sikap perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.



[1] Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013).11
[2] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustatakatama, 2008), 623
[3] Pupuh Fathurrohman, et al, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), 18
[4] Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, 11
[5] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), 2-3
[6] Saptono, Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter: Wawasan Strategi dan Langkah Praktis (Jakarta: Esensi Divisi Penerbit Erlangga, 2011), 18
[7] Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 67
[8] Pupuh Fathurrohman, et al, Pengembangan Pendidikan Karakter, 15
[9] Hamdani Hamid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), 32-33
[10] Ibid, 27
[11] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, 30

Komentar