BAB II
PEMBAHASAN
A. Desain
Kebijakan Pendidikan Islam
Kata “desain”memiliki arti membuat sketsa,
pola, outline, atau rencana pendahuluan.[1] Desain bisa diterjemahkan
sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya.
Dalam sebuah kalimat kata “desain” bisa digunakan baik sebagai kata benda
maupun kata kerja. Sebagai kata kerja “desain” memiliki arti proses untuk
membuat dan menciptakan obyek baru. Sebagai kata benda “desain” digunakan untuk
menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebagai
rencana, proposal atau berbentuk obyek nyata.[2] Menurut Oemar Hamalik
pengertian desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan
teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.[3]
Menurut Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia, kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus
dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan keinginan
aparatur pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya
mencapai tujuan. Kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan internal dan
eksternal. Kebijakan internal merupakan kebijakan yang hanya mempunyai kekuatan
sendiri, sedangkan kebijakan eksternal merupakan kebijakan yang mengikat
masyarakat dan biasa disebut sebagai kebijakan publik.[4] Sedangakan kebijakan menurut Hasbullah berarti mengurus masalah
atau kepentingan umum atau berarti juga administrasi pemerintah. Secara umum
kebijakan dapat dikatakan suatu rumusan keputusan pemerintah yang menjadi
pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah atau persoalan yang didalamnya
terdapat tujuan, rencana dan program yang akan dilaksanakan.[5]
Jadi kebijakan pendidikan hampir sama artinya dengan kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan.[6]
Pendidikan islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik
dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, mengimani, dan
mengamalkan ajaran agama islam sesuai al-Qur’an dan hadits melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran atau pelatihan, yang telah ditentukan. Penerapan
pendidikan agama islam mengarahkan siswa pada perkembangan jasmani dan rohani
yang baik sehingga terbentuk kepribadian utama sesuai dengan syariat agama
islam.[7]
B. Pendidikan Islam Berbasis Budaya
1. Pengertian Budaya
Ada beberapa pengertian budaya menurut
beberapa ahli salah satu diantaranya adalah tokoh terkenal Indonesia yaitu
Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan dengan kata dasar budaya
berasal dari bahasa sanskerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi
yang berarti budi atau akal. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya
sebagai daya budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan
adalah hasil cipta, karsa, dan rasa itu.[8]
Kontjaraningrat menerangkan bahwa pada
dasarnya banyak yang membedakan antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya
merupakan perkembangan majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Pada
kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan yang
tidak ada perbedaan dari definisi. Jadi kebudayaan atau disingkat budaya,
menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. [9]
Secara bahasa budaya dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, budaya sama artinya dengan pikiran, akal budi, hasil
kebudayaan.[10]
Menurut sulistyowati, budaya diartikan keseluruhan sistem berfikir, nilai,
moral, norma dan keyakinan manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berfikir,
nilai, moral, dan keyakinan itu adalah hasil interaksi manusia dengan sesamanya
dan lingkungan alamnya. Sistem berfikir, nilai, moral, dan keyakinan itu
digunakan kehidupan masyarakat.[11]
Edward Burnett berpendapat bahwa, budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas, meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat. Kesimpulannya budaya adalah hasil karya cipta manusia yang meliputi hasil pemikiran, perilaku, maupun berwujud benda.[12]
2. Pendidikan berbasis Budaya (Studi kasus)
Pendidikan berbasis budaya merupakan
salah satu cara yang digunakan untuk melestarikan kebudayaan. Kebudayaan bukan
diturunkan tetapi melalui proses sosialisasi. Menyadari akan pentingnya suatu
budaya dalam pendidikan, maka pemerintah membuat sistem pendidikan nasional
yang didalamnya mengandung budaya. Kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan
tentang pendidikan berbasis budaya yang harus diterapkan setiap jenjang
pendidikan. Pengaturan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan berbasis
budaya diatur dalam pemerintah daerah (PERDA) DIY Nomor 5 Tahun 2011. Selain
itu Peraturan Gubernur (PERGUB) Nomor 68 Tahun 2012 juga terdapat mengenai
nilai-nilai luhur budaya yang harus ada didalam pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan.
Kemudian kebijakan tersebut diimplementasikan
dalam bentuk program oleh SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo, yaitu
penerapan visi dan misi sekolah, penyesuaian pada kurikulum dan materi
pendidikan, pengajaran melalui program pendidikan (intrakurikuler dan ekstrakurikuler),
percontohan dan pembiasaan, sosialisasi. Serta pengkondisian sarana prasarana
pendukung.[13]
a.
Penerapan
Visi dan Misi Sekolah
Penerapan
Visi dan Misi Sekolah Penerapan visi, misi, dan tujuan sekolah yang
dilaksanakan SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo berfungsi memaksimalkan
penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya artinya dengan pendidikanlah suatu
budaya ada di dalamnya serta antara pendidikan dengan kebudayaan tidak dapat
dipisahkan. Adanya visi dan misi diharapkan siswa selain memiliki kecerdasan
juga memiliki jiwa seni dan berbudi pekerti luhur sehingga nantinya bermanfaat
untuk masa depannya. Keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan pendidikan
berbasis budaya di SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo dilihat dari
nilai-nilai yang telah tertanam dalam diri siswa. Namun, dalam pengukuran
keberhasilan pendidikan berbasis budaya tersebut, sekolah tidak memiliki
patokan pasti.
b.
Penyesuaian
pada Kurikulum dan Materi
Pelaksanaan
pendidikan berbasis budaya di SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo
dilaksanakan berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dan
dikembangkan materi-materi yang ada dengan diintegrasikannya ke dalam setiap
mata pelajaran. Tujuannnya adalah untuk memaksimalkan hal yang diperoleh
peserta didiknya terutama dari segi seni dan perilakunya
c.
Pengajaran
Melalui Program Pendidikan
Sekolah
melakukan pemaksimalan pendidikan berbasis budaya melalui berbagai macam
program pendidikan, baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler
antara lain batik menjadi ekstrakurikuler wajib, esktrakurikuler tari, dan
esktrakurikuler karawitan. Sedangkan untuk nilai-nilai luhur budaya dan budi
pekerti tidak disampaikan melalui pelajaran tertentu, tetapi diintegrasikan
dalam semua pelajaran yang ada. Pendidik diberikan wewenang untuk mengatur sedemikian
rupa program penunjang pendidikan berbasis budaya, sehingga dapat disesuaikan
pada kondisi siswa yang ada. Mayoritas program-program pendidikan berbasis
budaya di sekolah ini merupakan program pembelajaran seni dan budaya.
d.
Percontohan
(Teladan) dan Pembiasaan
Dalam
penyampaian nilai-nilai luhur budaya dan budi pekerti dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan serta warga sekolah terutama guru dengan adanya percontohan
atau teladan dan pembiasaan kepada siswa. Pembiasaan dan percontohan yang ada
di SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo dengan adanya budaya bersih, budaya
disiplin, budaya literasi, dan budaya santun, serta budaya salam dan sapa.
Selain itu, ketika peringatan hari Kartini siswa dianjurkan untuk memakai
pakaian adat Jawa, begitu juga guru memberikan contoh ikut memakai pakaian
tersebut. Sekolah juga mengisi dengan adanya berbagai macam perlombaan dan
pentas seni dari siswa. Keberhasilan dari kegiatan ini lebih dilihat pada
perilaku siswa yang ada.
e.
Program
Sosialisasi Sekolah Berbasis Budaya
Pihak-pihak
yang terlibat dalam sosialisasi antara lain guru, orangtua siswa, kepala
sekolah, guru ekstrakurikuler, komite sekolah, dan perangkat desa. Tujuan dari
sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun orang tua
siswa, karena masih terdapat perbedaan persepsi mengenai pendidikan berbasis
budaya. Sosialisasi dilakukan ketika pembagian raport maupun efent-efent
tertentu, seperti peringatan hari Kartini tanggal 28 April 2016.
f.
Pengkondisian
Sarana Prasarana Pendukung
Memaksimalkan
pelaksanaan kebijakan pendidikan berbasis budaya tidak akan terlepas pada
sarana dan prasarana serta lingkungan sekolah yang baik, karena tanpa adanya
dukungan sarana prasarana dan lingkungan yang memadai maka kegiatan-kegiatan
tidak dapat berjalan dengan maksimal. Sarana prasarana yang ada di SD Negeri
Mendiro Kabupaten Kulon Progo tidak semuanya milik sekolah, tetapi juga
masyarakat sekitar. Prasarana yang digunakan dalam menunjang program pendidikan
berbasis budaya, antara lain: (1) ruang kelas, (2) halaman sekolah, (3) pendopo
Dusun Wonolopo, (4) mading pohon, (5) slogan, poster, dan lukisan batik maupun
tokoh pewayangan baik di tembok ruangan serta gerbang sekolah. Pelaksanaan
program pendidikan berbasis budaya terdapat beberapa faktor pendukung yaitu
budaya sekolah yang tercipta berjalan baik, terdapat dukungan dari pemerintah
dengan adanya kebijakan penyelenggaraan pendidikan berbudaya, adanya dukungan
dan kerjsama dari orangtua siswa serta masyarakat, kemampuan dan pengalaman
pendidik yang ada, serta kemampuan siswa potensial. Selain faktor pendukung,
ada juga faktor penghambat seperti minat
dari siswa terhadap budaya masih sering berubah-ubah, sarana prasarana yang
masih belum lengkap, dan adanya beberapa guru kurang memahami pendidikan
berbasis budaya secara menyeluruh.
[1]Hamdani,
Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 173.
[2]Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana, 2010), 63.
[3]Oemar
Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), 193.
[4]Solichin
Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), 4.
[5]Hasbullah,
Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Obyektif
Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), 37–38.
[6]Ibid., 40.
[7]Abdul
Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 130.
[8]Koentjaraningrat,
Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia Pustaka,
2000), 181.
[9]Ibid., 182.
[10]Poerwadarminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 180.
[11]Endah
Sulistyowati, Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter (Yogyakarta:
Citra Aji Pratama, 2012), 19.
[12]Ibid., 22.
[13]Septiana
Ari Pudyastuti, “Implementasi Kebijakan Pendidikan Berbasis Budaya di SD Negeri
Mendiro Kabupaten Kulon Progo” Jurnal Kebijakan Pendidikan Vo. 05 No. 07 (2016):
713.
Social Media