BLANTERORIONv101

DESAIN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS BUDAYA

6 November 2020

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Desain Kebijakan Pendidikan Islam

Kata “desain”memiliki arti membuat sketsa, pola, outline, atau rencana pendahuluan.[1] Desain bisa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat kata “desain” bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja “desain” memiliki arti proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru. Sebagai kata benda “desain” digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebagai rencana, proposal atau berbentuk obyek nyata.[2] Menurut Oemar Hamalik pengertian desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.[3]

Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan keinginan aparatur pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan. Kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan internal dan eksternal. Kebijakan internal merupakan kebijakan yang hanya mempunyai kekuatan sendiri, sedangkan kebijakan eksternal merupakan kebijakan yang mengikat masyarakat dan biasa disebut sebagai kebijakan publik.[4] Sedangakan kebijakan menurut Hasbullah berarti mengurus masalah atau kepentingan umum atau berarti juga administrasi pemerintah. Secara umum kebijakan dapat dikatakan suatu rumusan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah atau persoalan yang didalamnya terdapat tujuan, rencana dan program yang akan dilaksanakan.[5] Jadi kebijakan pendidikan hampir sama artinya dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.[6]

Pendidikan islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, mengimani, dan mengamalkan ajaran agama islam sesuai al-Qur’an dan hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan, yang telah ditentukan. Penerapan pendidikan agama islam mengarahkan siswa pada perkembangan jasmani dan rohani yang baik sehingga terbentuk kepribadian utama sesuai dengan syariat agama islam.[7]

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desain kebijakan pendidikan islam adalah aturan atau hukum tentang pelaksanaan pendidikan islam guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.

B.     Pendidikan Islam Berbasis Budaya

1. Pengertian Budaya

Ada beberapa pengertian budaya menurut beberapa ahli salah satu diantaranya adalah tokoh terkenal Indonesia yaitu Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sanskerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai daya budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa itu.[8]

Kontjaraningrat menerangkan bahwa pada dasarnya banyak yang membedakan antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan yang tidak ada perbedaan dari definisi. Jadi kebudayaan atau disingkat budaya, menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. [9]

Secara bahasa budaya dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, budaya sama artinya dengan pikiran, akal budi, hasil kebudayaan.[10] Menurut sulistyowati, budaya diartikan keseluruhan sistem berfikir, nilai, moral, norma dan keyakinan manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berfikir, nilai, moral, dan keyakinan itu adalah hasil interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berfikir, nilai, moral, dan keyakinan itu digunakan kehidupan masyarakat.[11]

Edward Burnett berpendapat bahwa, budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas, meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat. Kesimpulannya budaya adalah hasil karya cipta manusia yang meliputi hasil pemikiran, perilaku, maupun berwujud benda.[12]


2. Pendidikan berbasis Budaya (Studi kasus)

Pendidikan berbasis budaya merupakan salah satu cara yang digunakan untuk melestarikan kebudayaan. Kebudayaan bukan diturunkan tetapi melalui proses sosialisasi. Menyadari akan pentingnya suatu budaya dalam pendidikan, maka pemerintah membuat sistem pendidikan nasional yang didalamnya mengandung budaya. Kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pendidikan berbasis budaya yang harus diterapkan setiap jenjang pendidikan. Pengaturan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya diatur dalam pemerintah daerah (PERDA) DIY Nomor 5 Tahun 2011. Selain itu Peraturan Gubernur (PERGUB) Nomor 68 Tahun 2012 juga terdapat mengenai nilai-nilai luhur budaya yang harus ada didalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Kemudian kebijakan tersebut diimplementasikan dalam bentuk program oleh SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo, yaitu penerapan visi dan misi sekolah, penyesuaian pada kurikulum dan materi pendidikan, pengajaran melalui program pendidikan (intrakurikuler dan ekstrakurikuler), percontohan dan pembiasaan, sosialisasi. Serta pengkondisian sarana prasarana pendukung.[13]

a.       Penerapan Visi dan Misi Sekolah

Penerapan Visi dan Misi Sekolah Penerapan visi, misi, dan tujuan sekolah yang dilaksanakan SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo berfungsi memaksimalkan penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya artinya dengan pendidikanlah suatu budaya ada di dalamnya serta antara pendidikan dengan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Adanya visi dan misi diharapkan siswa selain memiliki kecerdasan juga memiliki jiwa seni dan berbudi pekerti luhur sehingga nantinya bermanfaat untuk masa depannya. Keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan pendidikan berbasis budaya di SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo dilihat dari nilai-nilai yang telah tertanam dalam diri siswa. Namun, dalam pengukuran keberhasilan pendidikan berbasis budaya tersebut, sekolah tidak memiliki patokan pasti.

b.      Penyesuaian pada Kurikulum dan Materi 

Pelaksanaan pendidikan berbasis budaya di SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo dilaksanakan berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dan dikembangkan materi-materi yang ada dengan diintegrasikannya ke dalam setiap mata pelajaran. Tujuannnya adalah untuk memaksimalkan hal yang diperoleh peserta didiknya terutama dari segi seni dan perilakunya

c.       Pengajaran Melalui Program Pendidikan

Sekolah melakukan pemaksimalan pendidikan berbasis budaya melalui berbagai macam program pendidikan, baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler antara lain batik menjadi ekstrakurikuler wajib, esktrakurikuler tari, dan esktrakurikuler karawitan. Sedangkan untuk nilai-nilai luhur budaya dan budi pekerti tidak disampaikan melalui pelajaran tertentu, tetapi diintegrasikan dalam semua pelajaran yang ada. Pendidik diberikan wewenang untuk mengatur sedemikian rupa program penunjang pendidikan berbasis budaya, sehingga dapat disesuaikan pada kondisi siswa yang ada. Mayoritas program-program pendidikan berbasis budaya di sekolah ini merupakan program pembelajaran seni dan budaya. 

d.      Percontohan (Teladan) dan Pembiasaan 

Dalam penyampaian nilai-nilai luhur budaya dan budi pekerti dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan serta warga sekolah terutama guru dengan adanya percontohan atau teladan dan pembiasaan kepada siswa. Pembiasaan dan percontohan yang ada di SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo dengan adanya budaya bersih, budaya disiplin, budaya literasi, dan budaya santun, serta budaya salam dan sapa. Selain itu, ketika peringatan hari Kartini siswa dianjurkan untuk memakai pakaian adat Jawa, begitu juga guru memberikan contoh ikut memakai pakaian tersebut. Sekolah juga mengisi dengan adanya berbagai macam perlombaan dan pentas seni dari siswa. Keberhasilan dari kegiatan ini lebih dilihat pada perilaku siswa yang ada. 

e.       Program Sosialisasi Sekolah Berbasis Budaya

Pihak-pihak yang terlibat dalam sosialisasi antara lain guru, orangtua siswa, kepala sekolah, guru ekstrakurikuler, komite sekolah, dan perangkat desa. Tujuan dari sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun orang tua siswa, karena masih terdapat perbedaan persepsi mengenai pendidikan berbasis budaya. Sosialisasi dilakukan ketika pembagian raport maupun efent-efent tertentu, seperti peringatan hari Kartini tanggal 28 April 2016.

f.        Pengkondisian Sarana Prasarana Pendukung 

Memaksimalkan pelaksanaan kebijakan pendidikan berbasis budaya tidak akan terlepas pada sarana dan prasarana serta lingkungan sekolah yang baik, karena tanpa adanya dukungan sarana prasarana dan lingkungan yang memadai maka kegiatan-kegiatan tidak dapat berjalan dengan maksimal. Sarana prasarana yang ada di SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo tidak semuanya milik sekolah, tetapi juga masyarakat sekitar. Prasarana yang digunakan dalam menunjang program pendidikan berbasis budaya, antara lain: (1) ruang kelas, (2) halaman sekolah, (3) pendopo Dusun Wonolopo, (4) mading pohon, (5) slogan, poster, dan lukisan batik maupun tokoh pewayangan baik di tembok ruangan serta gerbang sekolah. Pelaksanaan program pendidikan berbasis budaya terdapat beberapa faktor pendukung yaitu budaya sekolah yang tercipta berjalan baik, terdapat dukungan dari pemerintah dengan adanya kebijakan penyelenggaraan pendidikan berbudaya, adanya dukungan dan kerjsama dari orangtua siswa serta masyarakat, kemampuan dan pengalaman pendidik yang ada, serta kemampuan siswa potensial. Selain faktor pendukung, ada juga faktor penghambat seperti  minat dari siswa terhadap budaya masih sering berubah-ubah, sarana prasarana yang masih belum lengkap, dan adanya beberapa guru kurang memahami pendidikan berbasis budaya secara menyeluruh. 



[1]Hamdani, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 173.

[2]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana, 2010), 63.

[3]Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 193.

[4]Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 4.

[5]Hasbullah, Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Obyektif Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), 37–38.

[6]Ibid., 40.

[7]Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 130.

[8]Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2000), 181.

[9]Ibid., 182.

[10]Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 180.

[11]Endah Sulistyowati, Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Citra Aji Pratama, 2012), 19.

[12]Ibid., 22.

[13]Septiana Ari Pudyastuti, “Implementasi Kebijakan Pendidikan Berbasis Budaya di SD Negeri Mendiro Kabupaten Kulon Progo” Jurnal Kebijakan Pendidikan Vo. 05 No. 07  (2016): 713.

Komentar