Pengertian Sikap dan Tingkah laku Manusia dalam Beragama
A.
Pengertian sikap

1. Charles Bird mengartikan sikap sebgai seatu yang berhubungan dengan penyesuaian diri seseorang kepada aspek-aspek lingkungan sekitar yang dipilih atau tindakannya sendiri. Bahkan lebih luas lagi, sikap dapat diartikan sebagai presdisposisi (kecenderungan jiwa) atau orientasi kepada suatu masalah, institusi dan orang-orang lain.
2.
F.H. Allport berpendapat bahwa sikap adalah suatu
persiapan tindakan/berbuat dalam suatu arah tertentu. Dalam kata lain sikap
merupakan suatu kecenderungan yang menentukan seseorang untuk bertingkah laku
yang ditunjukkan ke arah suatu objek khusus dengan cara tertentu, baik objek
itu berupa orang, kelembagaan ataupun masalah bahkan berupa dirinya sendiri.
Sika ini dibedakan menjadi 2 macam sikap yakni sikap individual dan sikap
sosial.
Oleh karena itu sikap
merupakan tendensi (kecenderungan) atau orientasi, maka ia dapat mengalami
perubahan melalui pengalaman atau pendidikan.[1]
B.
Pengertian Tingkah Laku
Dari sudut biologis
tingkah laku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism yang bersangkutan
yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. tingkah laku manusia
adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri.Secara oprasional tingkah laku dapat diartikan suatu respon
organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut.
Secara umum prilaku manusia pada
hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungan sebagai manifestasi
hayati bahwa dia adalah makhluk hidup.Menurut Drs. Sunaryo M.Kes tingkah laku
adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung.[2]
C.
Sikap dan tingkah laku manusi dalam beragama
Sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap objektertentu
berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu (Mar’at 1982:
19). Rumusan umum tentang ada tekumpul menjadi 4 yaitu:
1.
sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh
melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan (di
rumah, sekolah, dll) dan senantiasa berhubungan dengan obyek seperti manusia,
wawasan, peristiwa ataupun ide, sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak
dengan cara-cara tertentu terhadap obyek.
2.
Bagian yang dominan dari sikap adalah perasaan
dan afektif seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif,
negatif atau ragu, dengan memiliki kadar intensitas yang tidak tentu sama
terhadap obyek tertentu, tergantung pada situasi dan waktu, sehingga dalam
situasi dan saat tertentu mungkin sesuai sedangkan di saat dan situasi berbeda
belum tentu cocok.
3.
sikap dapat bersifat relatif konsistent dalam sejarah hidup individu, karena ia
merupakan bagian dari konteks persepsi atau pun kognisi individu.
4.
sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu
yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang
bersangkutan, karenanya sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang
mungkin menjadi indikator yang sempurna, atau bahkan tidak memadai.
Merujuk kepada rumusan
di atas, terlihat bagaimana hubungan sikap dengan pola tingkah laku seseorang.
Tiga komponen psikologis yaitu kognisi, afeksi, konasi yang bekerja secara
kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu
objek, baik yang berbentuk konkret maupun objek yang abstrak. Dengan demikian,
sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berpikir, merasa,
dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap sesuatu objek.
Bagaimana bentuk sikap keagamaan seseorang
dapat dilihat seberapa jauh keterkaitan komponen kognisi, afeksi, dan konasi
seseorang dengan masalah-msalah yang menyangkut agama. Hubungan tersebut
jelasnya tidak ditentukan oleh hubungan sesaat, melainkan sebagai hubungan
proses, sebab, pembentukan sikap melalui hasil belajar dari interaksi dan
pengalaman. Pembentukan sikap itu sendiri ternyata tidak hanya tergantung
sepenuhnya kepada faktor eksternal, melainkan juga dipengaruhi oleh kondisi
faktor internal seseorang.
Mata rantai hubungan antara sikap dan tingkah
laku terjalin dengan hubungan faktor penentu, yaitu motif yang mendasari sikap.
Motif sebagai tenaga pendorong arah sikap negatif atau positif akan terlihat
dalam tingkah laku nyata pada diri seseorang atau kelompok. Dalam hubungan ini
tergambar bahwa pembentukan sikap keagamaan dapat menghasilkan bentuk pola
tingkah laku keagamaan dengan jiwa keagamaan.
Para ahli didik melihat peran sentral orang
tua sebagai pemberi dasar jiwa keagamaan kepada anaknya. Pandangan ini merujuk
kepada adanya potensi bawaan manusia yaitu fitrah, yang diartikan sebagai
potensi untuk bertauhid. Kajian psikologi transpersonal berpendapat bahwa jiwa
keagamaan sebagai potensi dan daya psikis manusia, mereka mengakui adanya potensi-potensi
luhur (thehighestpotensials) dan fenomena kesadaran (statesofconsciousness)
manusia. Telaah psikologi agama tampaknya sudah mulai menyadari potensi-potensi
dan daya psikis manusia yang berkaitan dengan kehidupan spiritual.
Bila disimpulkan telaah dan pandangan yang ada
bahwa jiwa keagamaan sebenarnya merupakan bagian dari komponen intern psikis
manusia. Pembentukan kesadaran agama pada diri seseorang pada hakikatnya tak
lebih dari usaha untuk menumbuh dan mengembangkan potensi dan daya psikis. Namun
yang menjadi permasalahan krusial adalah bagaimana usaha yang dilakukan agar
bimbingan yang diberikan sejalan dengan hakikat potensial yang luhur tersebut.
Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan,
barangkali pemahaman sifat-sifat dasar yang merupakan ciri khas yang ada pada
manusia dapat dikaitkan dengan konsep fitrah dalam pandangan Islam. Jika hal ini dapat diterima, maka pembentukan sikap dan tingkah laku
keagamaan dapat dilakukan sejalan dengan fitrah tersebut bila situasi
lingkungan dibentuk sesuai dengan ketentuan ajaran agama yang prinsipil, yaitu
ketauhidan.[3]
[1]H.M. Arifin, psikologi dakwah suatu pengantar studi, (PT Bumi Aksara:
Jakarta, 2004), 104
[2]. http://perkembanganpsikologi.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-tingkah-laku-dan-
pendekatan.html diakses 3 Mei
2016
Social Media