BLANTERORIONv101

Perkembangan Madrasah di masa Klasik

22 April 2019

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Madrasah
Perkataan madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah tempat belajar (Ibrahim Anis, 1972: 280). Penamaan madrasah dalam bahasa indonesia adala sekolah yang lebih dikhususkan lagi sekilah-sekolah agama islam atau di dalam Shorter Encylopedia of islam, madrasah diartikan nama dari sebuah lembaga di man ilmu-ilmu keislaman diajarkan.[1].
Madrasah secara historis bisa berarti pendidikan Islam tingkat dasar, menegah dan tinggi (setingkat college). Lebih dari itu madrasah terkait dengan berbagai aspek kehidupan muslim lainnya, seperti budaya, sosial, politik dan sebagainya.[2]
Dari keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa madrasahmerupakan sebuah lembaga yang menekankan ilmu-ilmu keislamannya dari pada ilmu umum. Dan untuk prinsip madrasah di Indonesia yaitu melanjutkan dari sistem pesantern yang sudah ada.
B.     Perkembangan madrasah pada masa klasik
Lembaga pendidikan pertama dalam islam adalah keluarga atau rumah tangga. dalam sejarah tercatat, bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan islam pertama adalah rumah (dar) Arqam bin Abi Arqam. Rumah Arqam inilah Nabi mengajarkan pokok-pokok ajaran islam kepada sahabat, dan di sini pula Nabi menerima para tamu yang ingin masuk islam, semakin berjalnnya waktu terbentuknya jamaah islam yang pertama di periode Mekkah.
Dengan hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah merupakan pertanda bagi terbukanya lembaga pendidikan baru dalam sejarah pendidikan islam, di samping keluarga. Lembaga pendidikan baru adalah masjid. Masjid dalam sejarah pendidikan islam tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan yang memainkan peran yang sangat penting pada periode ini. Sebagai lembaga pendidikan ia merupakan pusat tempat berlakunya proses pendidikan islam. Di masjid dilaksanakan proses pembelajaran, baik  di dalam masjid itu sendiri mmaupun di samping masjd dalam bentuk suffa atau kuttab.[3]
Proses pendidikan di masjid ini pada umumnya dengan menggunakan sistem halaqah (guru duduk di masjid dan murid-murid duduk mengelilinginya). Metode pengajaran antara lain terdiri atas membaca, menerangkan alquran, di samping itu pada masa ini telah ada lembaga pendidikan kuttab yang mengajarkan menulis, membaca alqur’an dan pokok-pokok agama islam.
Selanjutya pada masa Dinasti baik Abasiyah maupun Umayah, pada masa pendidikan mengalami peningkatan yang sangat pesat dalam segala bidang yang ada dan juga masa ini bermunculnya para ilmuan, filosuf, pemikir dan tokoh pendidikan Islam terkenl dan berprestasi, seperti; Al-Kindi, Al-farabi. Lembaga pendidikan pada masa ini selain Keluarga, Masjid, Kuttab adalah Masjid Jami’, Istana Khalifah, rumah-rumah para Pangeran, Menteri dan Ulam, kedai dan toko buku, Salon-salon Kesusastraan, Ribath, rumah-rumah sakit (al-birraristan), Observatorium dan tempat-tempat eksperimen ilmiah serta dar al-hikmah, bait al-hikmah dar al-ilm, ataupun dar al-kutub.[4]

C.    Perkembangan Madrasah Di Indonesia
Madrasah di Indonesia baru populer setelah awal abad keduapuluh. Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan dilatarbelakangi oleh munculnya semngat pembaruan pendidikan islam. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang muncul setelah pesantren dan sekolah yang mengadopsi sebagian sistem dari pesantren.
Ditinjau dari segi dinamika perkembangannya, madrasah di indonesia mengalami tiga fase. Fase pertama sekitar tahun 1945-1974. Pada fase ini madrasah lebih menekankan materi pendidikannya ke ilmu agama dan sedikit ilmu umumnya.
Fase kedua, dimulai dari diberlakukannya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tahun 1975. Fase ini berlangsung dari tahun 1975-1990. Inti dari SKB itu ialah upaya untuk menungkatkan mutu madrasah, dalam surat keputusan tersebut di cantumkan:
a.       Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat.
b.      Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih di atasnya.
c.       Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat (SKB Tiga Menteri tahun 1975, Bab II Pasal 2)
Jadi, dapat disimpulkan dari SKB Tiga Menteri tersebut bahwa madrasah dapat mempunyai kesamaan derajat antara sekolah umum dan juga lulusan dari madrasah atau sekolah umu dapat berpindah tempat sesuai dengan tingkatannya. Dengan dilaksanakannya SKB Tiga Menteri tersebut berarti:
a.         Eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan islam lebih mantap dan kuat.
b.         Pengetahuan umum pada madrasah lebih meningkat.
c.         Adanya civil effect terhadap ijazah madrasah.




Fase ketiga adalah fase setelah berlakunya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 2 Tahun 1989 dan diiringi sdengan sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 dan 29. Madrasah, pada fase ini dijelaskan secara eksplisit adalah sekolah yang bercirikan agama Islam, makna yang terkandung didalamnyabahwa madrasah pada tingkat dasar dan menengah memberlakukan kurikulum sekolah umum yang ditambah dengan kurikulum ilmu-ilmu agama sebagai ciri khasnya.[5]

D.    Jenjang-jenjang yang ada di madrasah
Madrasah sebagai suatu lembaga pendidikan formal pastinya mempunyai jenjang dalam tingkatannya. Madrasah terdiri dari 7 jenjang, berikut urut-urutannya:
1.    Raudatul Atfal/Bustanul Atfal
Raudatul atfal/Bustanul atfal terdiri dari 3 tingkat yaitu:
a.       Tingkat A untuk anak berumur 3-4 tahun
b.      Tingkat B untuk anak berumur 4-5 tahun
c.       Tingkat C untuk anak berumur 5-6 tahun[6]
2.      Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasa Islam (SDI)
3.      Madrasah Tsanawiyah (Mts), Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) atau nama-nama lain yang setingkat dengan pendidikan ini seperti Madrasah Mu’alimin Mu’allimat (MMA)[7]
4.      Madrasah Aliyah
Madrasah Aliyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah atas dan menjadikan mata pelajaran agama islam sebagai mata pelajaran dasar sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Pada awalnya, Madrsah Aliyah mempunyai 5 jurusan, yang meliputi:
a.       IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
b.      IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
c.       Bahasa
d.      Agama/Syariah
e.       peradilan Agama/Qada
dewasa ini madrasah aliyah memiliki jurusan-jurusan, Fisika, Ilmu Agama, Biologi, Ilmu Pendidikan Sosial dan Budaya
5.      Madrasah Diniyah
Merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam, yang berfungsi terutama untuk memnuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapat pendidikan agama islam. Madarsah Diniyah dibagi menjadi tiga tingkat
a.       madrsah Awaliyah, ialah madrsah Diniyah tingkat permulaan dengan masa belajar 4 tahun dari kelas I sampai kelas IV dengan jam belajar sebnyak 18 jam pelajaran dalam seminngu.
b.      Madrsah Diniyah Wustha, ialah Madrsah Diniyah tingkat menengah pertama dengan masa belajar 2 tahun dari kelas I sampai dengan kelas II dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
c.       Madrsah Diniyah Ulya, ialah Madrsah Diniyah tingkat menengah menengah dengan masa belajar 2 tahun dari kelas I sampai dengan kelas II dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.[8]

E.     Perkembangan Jami’ah Islamiyah
Lembaga pendidikan tinngi islam pertama didirikan di jakarta pada tanggal 27 Rajab 1364 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945, dan deberi nama STI (Sekolah Tinggi Islam) di pelopori oleh Masyumi. Pada tahun 1948, STI berubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) dengan empat fakultas, yaitu: Fakultas Agama, Hukum, Pendidikan dan Ekonomi.
          Dalam perkembangan selanjutnya, Fakultas Agama UII diubah statusnya menjadi negeri sehingga terpisah dari UII dan menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri). PTAIN diresmikan berdirinya berdasarkana Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1950. Akan tetapi, operasionalnya secara praktis baru dimulai tahun 1951. PTAIN memiliki Jurusan Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah. Mata pelajarannya didampingi oleh mata pelajaran umum terutama yang berkenaan dengan jurusannya. Contohnya, Jurusan Tarbiyah memerlikan pengetahuan umum mengenai ilmu pendidikan, begitu juga pada jurusan lainnya.
Di Jakarta, pada tanggal 15 Mei 1957, didirikan pula Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) berdasarkan ketetapan Menteri Agama No.1 Tahu 1957 tanggal 1 Januari 1957. Tujuan pendiriannya yaitu mendidik dan mempersiapkan pegawai negeri yang akan mencapai ijazah pendidikan semi akademi dan akademi untuk dijadikan ahli didik agama pada sekolah-sekolah lanjutan baik umum maupun agama.[9]
Perkembangan selanjutnya yaitu penggabugan PTAIN di Yogyakarta dan ADIA di Jakarta di satukan menjadi satu kesatuan lembaga pendidikan yang diberi nama IAIN (Institut Agama Islam Negeri) (Al-Jami’ah –al-Islamiyah al-Hukumiyah).
Dalam ketetapan Menteri Agama No. 43 Tahun 1960 tentang penyelenggaraan Institut Agama Islam Negeri dan sebagai pelaksanaannya, dikeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 8 Tahun 1961 tentang pelaksanaan penyelenggaraan IAIN. Beberapa pasal dalam ketetapan tersebut dapat dikemukakan berikut ini:
Institut Agama Islam Negeri “al-Jami’ah” terdiri dari:
a.       Fakultas Ushuluddin mempunyai empat jurusan yaitu: Dakwah, Tasawuf, Filsafat dan Perbandingan Pendidikan
b.      Fakultas Syari’ah mempunyai tiga jurusan yaitu: Tafsir/Hadist. Fiqih dan Qadha.
c.       Fakultas Tarbiyah mempunyai delapan Jurusan, yaitu: Pendidikan Agama, Pedagogis, Bahasa Indonesia, Bahasa Arabm Khusus (imam Tentara), Etnologi fan Sosiologi dan terakhir Hukum dan Ekonomi
d.      Fakultas Adab, mempunyai empat jurusan, yaitu: Sastra Arab, Sastra Weda, Sastra Persia dan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Sejak lahirnya IAIN terjadi perubahan-perubahan kurikulum dan penjurusan, sebagian dari jurusan yang disebutkan di atas itu ada yang sudah tidak ada lagi, apalagi dibukanya Fakultas Dakwah, maka jurusan dakwah yang ada di Fakultas Ushuluddin menjadi fakultas sendiri yaitu Fakultas Dakwah.
Dan untuk saat ini yang menjadi jurusan standar di IAIN adalah sebagai berikut:
a.     Fakultas Arab, terdiri dari dua jurusan yaitu: Sastra Arab dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
b.    Fakultas Dakwah, terdiri dari empat jurusan yaitu: Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Manajemen Dakwah (MD), dan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).
c.     Fakultas Syaria’ah, terdiri dari empat jurusan yaitu: Ahwal al-Syahsyiah (AS), Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH), Jinayah Siyasah (AS) dan Muamalat (M).
d.    Fakultas Tarbiyah, terdiri dari empat jurusan: Pendidikan Agama Islam (PAI), Kependidikan Islam (KI), Pendidikan Bahasa Arab (PBA) dan Tadris.
e.     Fakultas Ushuluddin terdiri dari tiga jurusan yaitu: Aqidah Filsafat (AF), Pernadingan Agama (PA), dan Tafsir Hadist (TH)
Selain IAIN ada pula STAIN (Sekolah Tinggai Agama Islam Tinggi. STAIN ini pada awalnya berasal dari fakultas-fakultas yang berada di daerah dan berinduk pada IAIN jadi, bisa dikatakan STAIN itu pecahan dari IAIN. Tetapi setelah tahun 1997 STAIN berdiri sendiri tidak berinduk pada IAIN.[10]
Dengan berkembangnya keilmuan di IAIN dan untuk mengintegrasikan ilmu agama dan umum maka berkembanglah keinginan merubah IAIN menjadi UIN. Sesuai dengan universitas berarti mengandung makna bahwa ilmu-ilmu yang di kembangkan tidak hanya ilmu-ilmu agama saja, melainkan dikembangkan ke berbagai disiplin ilmu-ilmu lainnya yang tergolong ilmu-ilmu kealaman (natural Science), ilmu-ilmu sosial (social science), dan ilmu humaniora
Jadi, kesimpulannya, dilihat dari perkembangan pendidikan tinggi Islam di indonesia, maka perjalanan evolusi perkembangannya sudah saatnya perguruan tinggi islam dirubah menjadi universitas.



[1] H. Haidar Putra Daulay. Sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan islam di indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), 94
[2] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di tengan Tantangan Milenium III, (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2012), 96
[3] Haji Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), 285
[4]Ibid 287
[5]H. Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 21-22
[6] H. M. Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Rineka Cipta, 2009), 323-324
[7] Haji Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), 283
[8] H. M. Sudiyono... 328
[9] H. Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 23-24
[10] Ibid, 26

Komentar