BLANTERORIONv101

Kedudukan pendidikan islam dalam sekolah umum

1 Januari 2019


Eksistensi PAI di sekolah umum berubah-ubah menurut kebijakan pemerintah yang ada pada saat itu. Pada masa kolonial Belanda, sekolah umum tidak deperkenenkan memasukkan agama islam sebagai mata pelajaran, dengan alasan pengajaran (sekolah) umum itu bersifat netral. Pelajaran agama hanya boleh diberikan di luar jam sekolah. Pada masa kedudukan jepang terjadi perubahan kebijakan. Jepang memperbolehkan pendidikan agama di sekolah umum, meski guru agama tidak digaji oleh pemerintah. Setelah Indonesia merdeka, dinyatakan dengan tegas bahwa pendidikan agama perlu dijalankan di sekolah-sekolah negeri. Hasil kerja panitia penyelidik pengajaran memutuskan bahwa pelajaran agama diberikan pada semua sekolah dalam jam pelajaran, sedang di SR (sekolah rakyat, sekarang sekolah dasar) diajarkan mulai kelas IV, guru agama disediakan oleh Kementrian Agama dan dibayar oleh pemerintah, dengan ketentuan bahwa guru agama harus mempunyai pengetahuan umum, dan karenanya harus ada pendidikan guru agama.[1]
Peraturan resmi pertama tentan pendidikan agama di sekolah umum, dicantumkan dalam Undang-Undang Pendidikan tahum 1950 No. 4 dan Undang-Undang Pendidikan 1954 No. 20 yang berbunyi:
  1. Pada sekolah-sekolah negeri di selenggarakan pelajaran agma, orang tua murid menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.
  2. Cara menyelenggarakan pengajaran agma di sekolah-sekolah negeri diatur melalui ketetapan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) bersama dengan Menteri Agama.
Penjelasan pasal ini antara lain menetapkan bahwa pengajaran agma tidak mempengaruhu kenaikan kelas para murid. Sebelumnya, telah ada ketetapan bersama Departemen PKK dan Departemen Agama yang dikeluarkan pada 20 januari 1951. Ketetapan itu menegaskan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat selama 2 jam per minggu.[2]
Keputusan memberikan pelajaran agama di sekolah mulai kelas IV ini berkembang terus dan mengalami serangkaian perubahan kebijakan. Pada tahun 1960 dinyatakan bahwa pendidikan agama menjadi pelajaran di sekolah-sekolah mulai dasar sampai universitas negeri, dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta apabila wali/murid dewasa menyatakan keberatan., lalu pada tahun 1966 kebijakan tersebut dihapus dengan menyatakan bahwa pendidikan agama menjadi pelajaran yang wajib diberikan di sekolah-sekolah negeri, apalagi swasta, mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas Negeri. Kini, setelah pendidikan pra sekolah masuk dalam UUSPN No.2 tahun 1989 dan PP No.27 Tahun 1990, pendidikan agama diakui secara resmi dan harus diajarkan dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi kepada pelajar dan peserta didik sesuai dengan agama yang mereka peluk.[3]
 Di lingkungan yang istimewa, pendidikan agama dapat di mulai pada kelas I dan jam pelajarannya boleh ditambahi sesuai kebutuhan, tetapi tidak lebih dari 4 jam per minggu, dengan syarat bahwa mutu pengetahuan umum di sekolah rendah itu tidak boleh kurang bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah di lingkungan lain. Di sekolah menengah pertama, pelajaran agama diberikan 2 jam per minggu, sesuai dengan agama para murid. Untuk pelajara ini, harus hadir sekurang-kurangnya 10 orang murid untuk agama tertentu. Selama berlangsungnya pelajaran agama, murid yang beragama lain boleh meninggalkan ruang belajar. Sedangkan kurikulum dan bahan pengajaran ditetapkan oleh Menteri Agama dengan persetujuan Menteri PKK.
Setelah terjadi peristiwa G 30 S/PKI pada tanggal 1 oktober 1965, bangsa indonesia telah memasuki fase baru yang dinamakan  Orede Baru. Pada masa ini Sistem Pendidikan Nasional merupakan alat untuk mewujudkan cita-cita nasional. Dam mempunyai keterkaitan erat dengan seluruh usaha pembangunan nasional. Serta Pendidikan Nasional harus berlangsung terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.
Tentang Pendidikan Agama, pemerintah mencangkan dari tingkat paling rendah, yaitu TK, sampai Perguruan Tinggi (UU No.2 Tahun 1989. Bab pasal 9 ayat 1 PP No. 27 Tahun 1990).Keberadaan pendidikan Agama Islam pada langkah-langkah selanjutnya mulia berintegrasi dengan pendidikan umum. Pendidikan umum, baik itu negeri atau swasta, mulia menerapkan pendidikan agama terpadu dengan pengetahuan umum yang ada, atau dengan kata lain pengakuan terhadap pendidikan agama sederajat dengan pendidikan umum diberlakukan di semua lini pendidikan ada.[4]
Pasal-pasal dalam UUSPN
Undang-undang No.2tahun 1989 merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional. Dengan adanya wadah tersebut, pendidikan islam mendapatkan peluang serta kesempatan untuk terus dikembangkan.
Adanya pelung dan kesemapatan untuk berkembangkannya pendidikan islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut dapat dilihat dari beberapa pasal berukit ini:
a.       Pasal 1 ayat 2
Dalam pasal tersebut disebutkan: pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945, tidak bisa di pungkiri lagi lagi bahwa pendidikan islam, merupakan warisan budaya bangsa yang berurat akar pada masyarakat bangsa indonesia. Kalau begitu, jelaslah bahwa pendidikan islam merupakan bagian integral ari sistem pendidikan nasional.
b.      Pasal 4 tentang tujuan pendidika nasional
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Nilai-nilai dan aspek-aspek pendidikan nasional tersebut sepenuhnya adalah nilai-nilai dasar ajaran islam, tidak ada yang bertentangan dengan tujuan pendidikan islam. Oleh karena itu, perkembangan pendidikan islam akan mempunyai peran yang menentukan dalam keberhasilan pencapain tujuan pndidikan nasional tersebut.
c.       Pasal 10
Menyatakan bahwa pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan.
Dengan demikian, keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama, menurut ajaran islam. Lembaga pendidika keluarga menjadi bagian dasar sistem pendidikan nasionl maka pendidikan keluarga muslim pun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidika nasional.
d.      Pasal 11 ayat 1
Dalam pasal tersebut disebutkan jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejurusan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Yang dimaksud dengan pendidikan agama, sebagaimana dijelaskan pada ayat tersebut adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
 orang islam berkepentingan dengan pengetahuan tentang ajaran-ajaran islam terutama yang berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan, moral dan sosil budayanya. Oleh karena itu, pendidikan islam dengan lembaga-lembaganya tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
e.       Pasal 39 ayat 2
Menyatakan: isi kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganwgaraan.
Dalam hal ini dijelaskan bahwa pendidikan agama, tentunya termasuk pendidikan agama islam merupakan bagian dasar dan inti kurikulum pendidikan nsional. Dengan demikian, pendidikan agama islam pun terpadu dalam sistem pendidikan nasional.[5]
f.       Pasal 47
Menyebutkan bahwa masyarakat sebgai mitra pemerintah berkesempata yang seluas-luasnya  untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, dan ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
Dengan pasal ini, satuan-satuan pendidikan islam baik yang berada pada jalur sekolah maupun pada jalur luar sekolah akan tetap tumbuh dan berkembang secara terarah dan terpisah dalam sistem pendidikan nasional.
Sehubung dengan satuan pendidikan yang berciri khas (islam) ini, dalam PP No.28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar pasal 4 ayat 3 menegaskan bahwa SD dan SLTP yang berciri khas agama islam, masing-masing disebut sebagai Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Dengan demikian, madrasah diakui sama dengan sekolah umum dan merupakan satuan pendidikan yang terintegrasi dalam Sistem pendidikan Nasional.[6]



[1]Abd. Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Kurnia Kalam. 2005), 200
[2]KharisulWathoni, Dinamika Sejarah Pendidikan di indonesia Islam. (Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), 89
[3]Abd. Rachman Assegaf....201
[4]KharisulWathoni,.....89-90
[5]Hj. Enung K Rukiati Dan Fenti Himawati. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: pustaka setia, 2006.). 67
[6]Abd. Rachman Assegaf....124

Komentar