
Peraturan resmi pertama tentan pendidikan agama di sekolah umum,
dicantumkan dalam Undang-Undang Pendidikan tahum 1950 No. 4 dan Undang-Undang
Pendidikan 1954 No. 20 yang berbunyi:
- Pada sekolah-sekolah negeri di selenggarakan pelajaran agma, orang tua murid menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.
- Cara menyelenggarakan pengajaran agma di sekolah-sekolah negeri diatur melalui ketetapan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) bersama dengan Menteri Agama.
Penjelasan pasal ini antara lain menetapkan bahwa pengajaran agma
tidak mempengaruhu kenaikan kelas para murid. Sebelumnya, telah ada ketetapan
bersama Departemen PKK dan Departemen Agama yang dikeluarkan pada 20 januari 1951.
Ketetapan itu menegaskan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV
Sekolah Rakyat selama 2 jam per minggu.[2]
Keputusan memberikan pelajaran agama di sekolah mulai kelas IV ini
berkembang terus dan mengalami serangkaian perubahan kebijakan. Pada tahun 1960
dinyatakan bahwa pendidikan agama menjadi pelajaran di sekolah-sekolah mulai
dasar sampai universitas negeri, dengan pengertian bahwa murid-murid berhak
tidak ikut serta apabila wali/murid dewasa menyatakan keberatan., lalu pada
tahun 1966 kebijakan tersebut dihapus dengan menyatakan bahwa pendidikan agama
menjadi pelajaran yang wajib diberikan di sekolah-sekolah negeri, apalagi
swasta, mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas Negeri. Kini,
setelah pendidikan pra sekolah masuk dalam UUSPN No.2 tahun 1989 dan PP No.27
Tahun 1990, pendidikan agama diakui secara resmi dan harus diajarkan dari
tingkat Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi kepada pelajar dan peserta
didik sesuai dengan agama yang mereka peluk.[3]
Di lingkungan yang istimewa,
pendidikan agama dapat di mulai pada kelas I dan jam pelajarannya boleh
ditambahi sesuai kebutuhan, tetapi tidak lebih dari 4 jam per minggu, dengan
syarat bahwa mutu pengetahuan umum di sekolah rendah itu tidak boleh kurang
bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah di lingkungan lain. Di sekolah
menengah pertama, pelajaran agama diberikan 2 jam per minggu, sesuai dengan
agama para murid. Untuk pelajara ini, harus hadir sekurang-kurangnya 10 orang
murid untuk agama tertentu. Selama berlangsungnya pelajaran agama, murid yang
beragama lain boleh meninggalkan ruang belajar. Sedangkan kurikulum dan bahan
pengajaran ditetapkan oleh Menteri Agama dengan persetujuan Menteri PKK.
Setelah terjadi peristiwa G 30 S/PKI pada tanggal 1 oktober 1965,
bangsa indonesia telah memasuki fase baru yang dinamakan Orede Baru. Pada masa ini Sistem Pendidikan
Nasional merupakan alat untuk mewujudkan cita-cita nasional. Dam mempunyai
keterkaitan erat dengan seluruh usaha pembangunan nasional. Serta Pendidikan
Nasional harus berlangsung terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.
Tentang Pendidikan Agama, pemerintah mencangkan dari tingkat paling
rendah, yaitu TK, sampai Perguruan Tinggi (UU No.2 Tahun 1989. Bab pasal 9 ayat
1 PP No. 27 Tahun 1990).Keberadaan pendidikan Agama Islam pada langkah-langkah
selanjutnya mulia berintegrasi dengan pendidikan umum. Pendidikan umum, baik
itu negeri atau swasta, mulia menerapkan pendidikan agama terpadu dengan
pengetahuan umum yang ada, atau dengan kata lain pengakuan terhadap pendidikan
agama sederajat dengan pendidikan umum diberlakukan di semua lini pendidikan
ada.[4]
Pasal-pasal dalam UUSPN
Undang-undang No.2tahun 1989 merupakan wadah formal terintegrasinya
pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional. Dengan adanya wadah tersebut,
pendidikan islam mendapatkan peluang serta kesempatan untuk terus dikembangkan.
Adanya pelung dan kesemapatan untuk berkembangkannya pendidikan
islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut dapat
dilihat dari beberapa pasal berukit ini:
a.
Pasal
1 ayat 2
Dalam pasal tersebut disebutkan:
pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
indonesia dan berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945, tidak bisa di pungkiri
lagi lagi bahwa pendidikan islam, merupakan warisan budaya bangsa yang berurat
akar pada masyarakat bangsa indonesia. Kalau begitu, jelaslah bahwa pendidikan
islam merupakan bagian integral ari sistem pendidikan nasional.
b.
Pasal
4 tentang tujuan pendidika nasional
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Nilai-nilai dan aspek-aspek
pendidikan nasional tersebut sepenuhnya adalah nilai-nilai dasar ajaran islam,
tidak ada yang bertentangan dengan tujuan pendidikan islam. Oleh karena itu, perkembangan
pendidikan islam akan mempunyai peran yang menentukan dalam keberhasilan
pencapain tujuan pndidikan nasional tersebut.
c.
Pasal
10
Menyatakan bahwa pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam
keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan
ketrampilan.
Dengan demikian, keluarga merupakan
lembaga pendidikan yang pertama dan utama, menurut ajaran islam. Lembaga
pendidika keluarga menjadi bagian dasar sistem pendidikan nasionl maka
pendidikan keluarga muslim pun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pendidika nasional.
d.
Pasal
11 ayat 1
Dalam pasal tersebut disebutkan
jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan
umum, pendidikan kejurusan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan,
pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Yang dimaksud dengan pendidikan
agama, sebagaimana dijelaskan pada ayat tersebut adalah pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan menuntut penguasaan
pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
orang islam berkepentingan dengan pengetahuan
tentang ajaran-ajaran islam terutama yang berhubungan dengan nilai-nilai
keagamaan, moral dan sosil budayanya. Oleh karena itu, pendidikan islam dengan
lembaga-lembaganya tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
e.
Pasal
39 ayat 2
Menyatakan: isi kurikulum setiap
jenis dan jalur serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan pancasila,
pendidikan agama dan pendidikan kewarganwgaraan.
Dalam hal ini dijelaskan bahwa pendidikan agama, tentunya termasuk
pendidikan agama islam merupakan bagian dasar dan inti kurikulum pendidikan
nsional. Dengan demikian, pendidikan agama islam pun terpadu dalam sistem
pendidikan nasional.[5]
f.
Pasal
47
Menyebutkan bahwa masyarakat sebgai
mitra pemerintah berkesempata yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional, dan ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat tetap diindahkan.
Dengan pasal ini, satuan-satuan
pendidikan islam baik yang berada pada jalur sekolah maupun pada jalur luar
sekolah akan tetap tumbuh dan berkembang secara terarah dan terpisah dalam
sistem pendidikan nasional.
Sehubung dengan satuan pendidikan
yang berciri khas (islam) ini, dalam PP No.28 tahun 1990 tentang Pendidikan
Dasar pasal 4 ayat 3 menegaskan bahwa SD dan SLTP yang berciri khas agama
islam, masing-masing disebut sebagai Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs). Dengan demikian, madrasah diakui sama dengan sekolah umum dan
merupakan satuan pendidikan yang terintegrasi dalam Sistem pendidikan Nasional.[6]
[1]Abd. Rachman
Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Kurnia Kalam. 2005),
200
[2]KharisulWathoni, Dinamika Sejarah Pendidikan di indonesia Islam.
(Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), 89
Social Media