![]() |
( http://www.nu.or.id/ ) |
Lahir di kampung Sawahan Gg. Palen Rembang Jawa Tengah 1915 M, KH. Bisri Mustofa adalah anak pertama dari pasangan suami istri H. Zainal Mustofa dan Chodijah. Ayahnya, H. Zainal Mustofa adalah seorang saudagar kaya yang dermawan dan sangat menyukai kiai dan alim ulama’. Sedangkan ibunya Chodijah adalah seorang perempuan yang masih memiliki darah Makassar. Sedari kecil, sebenarnya ayah dan ibunya telah memberinya nama “Mashadi”. Namun, setibanya dari Baitullah, menunaikan rukun Islam yang kelima beliau sendiri yang mengganti namanya menjadi Bisri dengan memakai Shod. Sejak saaat itulah orang-orang mulai memanggilnya dengan “Bisri Mustofa”
Mashadi atau KH. Bisri Mustofa adalah anak pertama dari empat bersaudara yaitu: Mashadi, Salamah (Aminah), Misbach, dan Ma'shum yang merupakan anak-anak kandung dari pasangan H. Zainal Mustofa dan Chodijah. Selain itu pasangan ini juga mempunyai anak-anak tiri dari suami atau istri sebelumnya. Sebelum H. Zainal Mustofa menikah dengan Chodijah, ia telah menikah dengan Dakilah, dan mendapatkan dua orang anak, yaitu H. Zuhdi dan H. Maskanah. Sedangkan Chodijah juga sebelumnya telah menikah dengan Dalimin, dan juga mendapatkan dua orang anak, yaitu: Achmad dan Tasmin.
Pada tahun 1923 M Mashadi diajak oleh Bapaknya untuk ikut bersama-sama sekeluarga menunaikan rukun Islam kelima, yaitu ibadah haji. Kepergian ke tanah suci itu dengan menggunakan kapal haji milik Chasan-lmazi Bombay, dan naik dari pelabuhan Rembang Dalam menunaikan ibadah haji tersebut H. Zainal Mustofa sering sakit-sakitan. Sampai wukuf di Arafah, menginap di Mina, thowaf dan Sa'i juga dalam keadaan sakit. Sehingga beliau harus ditandu. Selesai ibadah haji dan mau berangkat ke Jeddah untuk terus ke Indonesia sang ayah, H. Zainal Mustofa dalam keadaan sakit keras. Di saat sirine kapal menggema sebagai tanda kapal akan segera diberangkatkan wafatlah sang ayah H. Zainal Mustofa dalam usia 63 tahun.
B. Masa Pendidikan
Sepeninggal bapaknya tanggung jawab keluarga termasuk Bisri berada di tangan kakak tirinya, H. Zuhdi. Oleh H. Zuhdi, Bisri didaftarkan ke sekolah HIS (Hollands Inlands School) di Rembang, dan diterima masuk di sekolah HIS, sebab ia diakui sebagai keluarga Raden Sudjono, mantri guru HIS yang bertempat di Sawahan Rembang dan menjadi tetangga keluarga Bisri. Mengetahui bahwa Bisri bersekolah di HIS, KH. Cholil memberi nasehat untuk mencabut dan membatalkan dari pendaftaran masuk di HIS. Hal ini disebabkan kebencian beliau kepada belanda dan memang sekolah tersebut milik belanda. Selanjutnya Bisri masuk ke sekolah Ongko 2 dan diselesaikan selama tiga tahun dan lulus mendapatkan sertifikat.
Setelah lulus sekolah di Ongko 2 pada tahun 1926 M Bisri diperintahkan oleh H. Zuhdi untuk turut mengaji kepada Kiai Cholil Kasingan. Pada awalnya Bisri tidak berminat mondok di pesantren, sehingga hasil awal mondok di Kasingan sangat tidak memuaskan dan memutuskan untuk berhenti mondok. Pada tahun 1930 atas desakan H. Zuhdi akhirnya beliau menuntut ilmu di pondok pesantren Kasingan, ini merupakan kali kedua kedatangannya. Di sana, tidak langsung berguru kepada KH. Cholil, karena dinggap belum siap untuk menimba ilmu secara kangsung pada kiai sepuh tersebut. Oleh karenanya ia dibimbing langsung oleh Suja’i ipar KH. Cholil. Setelah sekian lama belajar di kasingan, beliau masih merasa belum memiliki kepandaian yang memadai untuk di ajarkan pada santri yang dipasrahkan padanya. Maka beliau memutuskan untuk memperdalam keilmuan agammnaya lagi di Mekkah Mukarromah. Beliau pergi ke Makkah bersama 2 temannya yaitu Suyuthi Cholil dan Zuhdi dan di sana mereka berguru kepada: KH. Baqir, Syekh Umar Chamdan al-Magribi, Syech Maliki Sayyid, KH. Abdul Muhaiminin.
Hasil karya KH. Bisri Mustofa umumnya mengenai masalah keagamaan yang meliputi berbagai bidang diantaranya: ilmu Tafsir dan Tafsir, ilmu Hadist dan Hadist, ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, Syari’ah atau Fiqih, Akhlak dan lain sebagainya. Bahasa yang digunakan dalam penulisan bervariasi, ada yang berbahasa Jawa bertulisakan Arab Pegon, ada yang berbahasa Indonesia bertulisakan Arab Pegon, ada yang berbahasa Indonesia bertulisakan huruf Latin, dan ada juga yang menggunakan bahasa Arab. Karya-karya KH. Bisri Mustofa pada umumnya ditujukan pada dua kelompok sasaran. Pertama, kelompok santri yang sedang belajar di Pesantren. Biasanya karya-karyanya berupa ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, ilmu Mantiq, ilmu Balaghah. Kedua, masyarakat umum di pedesan yang giat dalam pengajian di surau atau langgar. Dalam hal ini karya-karya untuk mereka ini lebih banyak berupa ilmu-ilmu praktis yang berkaitan dengan soal ibadah.
C. Kepribadian
KH. Bisri Mustofa mempunyai perawakan besar, tinggi, dan gagah yang menimbulkan kesan meyakinkan dan menyenangkan. Orang-orang yang dekat dengan beliau secara cermat mengamati tingkah laku dan sikap perbuatan KH. Bisri Mustofa, baik beliau sendirian maupun bersama banyak orang. Di antara sifat-sifat keteladanan yang menonjol darinya adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kasih sayang yang besar kepada sesama, terutama kepada para santri.
Kasih sayang KH. Bisri Mustofa kepada santri-santrinya tampak menonjol ketika ia menghadiri undangan dakwah di luar kota yang jaraknya kadang-kadang ratusan kilo meter dari Rembang. Pada saat ia naik ke podium ia selalu berdoa untuk para santri dan putera-puteranya: "Ya Allah, apabila amal ini Tuan terima, sudilah Tuan menganugerahkan imbalan berupa futuh (terbukanya pintu ilmu dan terungkapnya tabir kebodohan) bagi para santri dana anak-anak saya." Setelah selesai pengajian ia berusaha untuk selalu pulang malam, untuk paginya mengajar para santrinya yang disayangi. Hal ini ia lakukan tanpa memperhatikan kondisi kesehatannya sendiri. Bahkan menjelang wafatnya pada tanggal 3 Februari 1977M./17 Shafa 1397H, kira-kira setelah lima hari menghadiri Harlah PPP di Gedung GOR Semarang, ia pergi ke Jakarta mengantar puteranya M. Adieb berangkat ke Arab Saudi. Pulang dari Jakarta terus menghadiri Harlah NU di Kradenan Purwadadi Grobogan. Sebagaimana biasa setelah pengajian beliau langsung pulang ke Rembang dan sampai pulang ke rumah kira-kira jam 04.00 Wib dini hari, setelah shalat subuh ia kemudian mengajar kepada para santrinya.
2. Sangat dermawan
Banyak orang yang secara materi telah menerima tetesan kedermawanannya. Karena terlalu dermawan sering kali KH. Bisri Mustofa ditipu oleh orang-orang yang suka memanfaatkan kedermawanannya dengan pura-pura sangat membutuhkan pertolongan. Bukti lain dari kedermawanannya adalah bahwa KH. Bisri Mustofa selama masa hidupnya tidak pernah makan sendirian. Setiap ia makan pasti mengajak siapa saja yang diinginkannya. Bahkan ketika tidak ada orang di rumahnya maka ia memanggil teman-temannya untuk diajak makan bersama. Sering kali orang yang dipanggil itu merupakan orang yang oleh masyarakat dikucilkan tetapi oleh KH. Bisri Mustofa justru orang itu diajak makan bersama.
3. Memiliki pendirian yang teguh
Banyak orang yang kurang memahaminya bahwa KH. Mustofa ini orang yang keras hati. KH. Bisri Mustofa memang orang yang teguh dalam berpendirian, beliau berpegang pada semboyan bahwa "seorang mukmin yang kuat, lebih baik dari seorang mukmin yang lemah". Sikap dan pendirian yang teguh ini juga ditunjukkan pada pemerintah Orde Baru. Pada waktu presiden Suharto berjanji akan menjadikannya sebagai Menteri dan akan membangun pesantren Rembang yang diasuh oleh KH. Bisri Mustofa dengan syarat ia harus mau membantu dan masuk Golkar. Akan tetapi sikap KH. Bisri Mustofa tetap teguh menolak tawaran tersebut.
4. Menghormati Cendekiawan, tanpa memandang orang, golongan, dan asal-muasalnya.
KH. Bisri Mustofa adalah sosok yang sangat orang yang cerdas dan pandai. Ia sangat sayang dan menghargai kepada santri yang cerdas. Demikian juga ia sangat menghormati orang yang mempunyai pemikiran yang luas. KH. Bisri Mustofa termasuk orang yang mengagumi Sukarno karena pemikirannya yang cemerlang.
5. Memiliki ambisi yang besar dalam meraih kesuksesan, ulet dan kreatif dalam berusaha.
6. Suka bergaul dengan orang-orang kecil atau rakyat bawah
KH. Bisri Mustofa sering dijuluki sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat, tokoh yang populer. KH. Bisri Mustofa tidak pernah membeda-bedakan dalam pergaulan. Ia bisa bergaul dengan rakyat kecil, anak-anak jalanan, termasuk bergaul dengan orang-orang yang oleh masyarakatnya dikucilkan.
7. Sangat menghormati guru atau kiai
Penghormatan kepada orang yang pandai itu lebih-lebih lakukan oleh KH. Bisri Mustofa kepada gurunya. Ia sangat menghormati Kiai Cholil yang telah memberikan ia ilmu dan mengajarinya tentang banyak hal. Setiap mengajar pasti sebelumnya ia berdoa untuk kebaikan gurunya tersebut.
8. Humoris
Dalam setiap pidatonya KH. Bisri Mustofa tidak pernah meninggalkan humornya. KH. Bisri Mustofa bisa membuat orang yang menyimak pidatonya itu tertawa terpingkal-pingkal atas apa yang disampaikannya. Hal ini juga dilakukannya ketika ia mengajar kepada para santrinya. Ini semua ia lakukan agar para santrinya dapat menyimak pelajaran dan tidak mengantuk. Selain itu dalam setiap humornya pasti mengandung pesan pesan moral.
Dalam keseharian KH. Bisri Mustofa merupakan sosok yang sederhana akan tetapi selalu berpakaian rapi. Ia selalu memerintahkan santrinya untuk selalu berpakaian rapi dan sesuai dengan situasi dan tempat di mana seseorang berada. Bahkan ia menyarankan kepada para santri ketika hendak belajar untuk berpakaian rapi, wangi dan seolah-olah menjadi guru pada diri sendiri. Dalam berpakaian KH. Bisri Mustofa sangat ketat dan disiplin. Ketika ia bertemu dengan para pejabat, tidak pernah ia lupa memakai dasi dan sepatu yang mengkilap. Kemudian ketika ia mengajar di pesantren ia sudah memakai sarung dan sorban yang diikat di atas kepala sebagaimana kiai-kiai lainnya.
Social Media